Selasa, 19 Desember 2017

Berhenti.

Mungkin saat inilah aku benar-benar berada di titik bahwa aku akan berhenti untuk mencintaimu.
Berhenti atas hal yang menyangkut semua tentang kamu.
Berat sudah pasti.
Tapi apa yang aku perjuangkan sampai hari ini, rasanya tak pernah kau hargai, sama sekali.
Menolehlah sedikit, sedikit saja tak usah banyak jika berat.
Lihat, ada gadis yang rela menahan rasa rindu setiap hari.
Menahan sesak di malam hari.
Menahan untuk tidak mengungkapakan, kau tahu itu rasanya amat sakit
Coba, lihat sebentar saja.
Coba lihat, genangan air matanya jatuh disaat kau abaikan.
Apa kau tahu rasa sesaknya ?
Tentu tidak.

Kau bilang ingin bertemu.
Namun tak ada tindakan nyata dr ucapan itu.
Cuma ucapan manis dibibirmu.
Apa masalahmu ? Coba ceritakan.
Jika aku tak mengerti, coba jelaskan, secara perlahan.
Bukan kah kau bilang aku orang yang kau sayang ?
Atau aku hanya tempat pelampiasan ?
Datang kepadaku di saat kau butuh kasih sayang ?

Tak apa, jadikan aku sebagai tempat pelampiasan, bukan sebagai tempat sandaran.
Tak apa, jika dengan begitu kau menjadi lega.
Perihal aku yg sakit, akupun sudah terbiasa.

Sampai detik ini, tak ada alasan lain di balik tangisku jika karna bukan tentang kamu.
Jujur, otakku lelah.
Tapi hati berkata untuk bertahan.
Harus kuikuti yang mana ? Hatiku kah atau otak ?

Dengan segala rasa berat dan penuh sesak.
Aku akan berjanji kepada diriku sendiri untuk berhenti menyukaimu, merindukanmu.
Akan kubunuh semua rasa itu.
Aku menyangimu, tapi bukankah aku harus menyayangi diriku lebih dulu ?
Tak bisa kubayangkan rasa sesak di esok hari.
Berjuang melawan sepi.
Berkhianat dengan hati.
Tak apa, perasaanku akan kubunuh sampai mati.

Temukanlah wanita lain yg lebih bisa mengerti di banding aku.
Temukanlah wanita yang masih setia bertahan di setiap rasa letihmu.
Jika tak kau temukan, jangan pernah cari aku.
Mungkin saat itu, yang aku ingat hanya, kau seorang penjahat nomor satu !

Senin, 18 Desember 2017

Apakah kamu tahu ?

Apakah kamu tahu ?
Malam ini, adalah puncak dimana aku tak bisa lagi menahan rasa rinduku.
Berhari-hari bahkan hampir satu bulan, sekuat mungkin aku mencoba untuk membunuh semua rasa rinduku, kepadamu.

Pernakah kamu merasakan seperti aku ?
Atau coba membayangkan bagaimana rasanya menjadi aku.
Dan aku bisa tebak dengan mudah, kamu tak akan pernah mampu.

Merindukan sosok yang bahkan pesan singkatnya pun tak pernah di baca.
Yang setiap harinya hanya mengharapkan pertemuan.
Bahkan untuk menyapa saja, harus dengan seribu cara dan pemikiran untuk memulai.

Ahhhhh
Kamu tak akan tahu jika sekarang aku akan menjadi gila.
Gila karena cinta yang jelas-jelas semu.
Cinta yang hanya aku sendiri yang tahu.
Kamu ? Tak akan pernah tahu rasaku.

Aku tahu sekarang bukan prioritasmu lagi.
Kamu yang sekarang, hanya mengabaikanku tanpa pernah peduli.
Sampai semua rasa ini akhinya hilang dan mati.

Cobalah menjadi aku, sebentar saja.
Rasakan sesak yang hampir meluap.
Jika kau tak kuat, tak apa.
Aku tak akan memaksa.

Sekarang, tinggalkan aku sendiri.
Biarlah aku melawan rasa rindu ini di ruang sunyi.
Ruang yang tak akan dijangkau oleh sepi.
Sepi yang diciptakan oleh rindu yang terlalu berapi.

Seperti biasa, kamu tahu bahwa aku seorang yang tegar.
Dan kamu cukup tahu tanpa harus peduli.
Tetaplah menjalankan peranmu sebagai pria baik.
Yang tak pernah terlihat sebagai pria yang sangat munafik.

いつも、大切に思ってるよ。

Malam ini di kotaku masih diguyur hujan.
Samar-samar bisa kurasakan bahwa turunnya hujan datang bersama dengan kenangan.
Kenangan yang masih terlihat samar-samar.

Aku mungkin tak akan mengingat kembali bagaimana caranya bertemu kamu, pertama kali.
Kupaksakan hati serta otak agar membencimu. 
Walau sebenarnya mereka tak ingin.
Menahan untuk berpura-pura tidak peduli ternyata sangat sakit. Sungguh.

Mungkin, rasaku bisa terkikis, sampai habis.
Sampai tak akan ada lagi sisa dari kenangan yang manis.

Aku tak pernah tahu jika melupakanmu bisa menjadi pekerjaan yang sangat sulit.
Andai, jika saat itu tidak kamu tawarkan janji-janji yang membuat hati ini melambung tinggi,
Mungkin, saat ini, untuk menyapamu saja tidak perlu memikirkan gengsi.

Tapi, sekali lgi.
Hatiku terlanjur jatuh.
Walau ku tahu, pada akhirnya akan seperti ini.
Tapi, tak pernah bosan aku berkata, 
Bersamamu adalah moment terbaik, dihidupku.

Aku tahu, kamu menyebalkan, bahkan di tingkat paling parah.
Aku tahu, kamu tidak seperti pria lainnya.
Ntah dengan pesona apa aku selalu terjatuh di hatimu, lagi... dan lagi.

Tuan,
Jika saja waktu bisa kuputar kembali,
Tak akan kuterima ajakanmu untuk kembali memulai kasih.
Sungguh, jika akhirnya akan seperti ini, lebih baik tak usah kembali setelah mengucap pergi.

Untuk yang kesekian kalinya juga, hatiku patah lagi.
Tapi kamu pasti tahu, apa yang akan terjadi.
Aku yang selalu merindumu dari pagi sampai dini hari.

Ku pasrahkan rasa dihati yang kian hari kian membunuh.
Ku pasrahkan hati ini dari utuh hingga sekarang menjadi layu.
Dan dengan bodohnya, kamu masih selalu ku anggap sebagai nomor satu.

Ku ucapkan perpisahahan sekali lagi.
Ntah selanjutnya, apakah akan masih cangggung seperti sekarang ini.
Ataukah akan hangat lagi seperti sebelum segalanya berubah.
Baik kamu atau aku,
Sepertinya sudah lupa cara untuk saling bertegur sapa.

Dan sekarang,
Akupun menjadi semakin samar.
Apakah aku masih mencintaimu seperti hari kemarin,
Atau rasaku sekarang telah melebur bersama angin.
Ntahlah.


Untuk kamu
Yang selalu tak mau kusebut dengan nama aslimu..