Sabtu, 02 Januari 2016

Aku Kuat dalam Rapuhku

Ketika kau bertanya apakah ini tentang aku?
Sejenak aku berpikir, tentang apa?
Siapa yang tengah kita bicarakan? Kamu?
Mengapa? Sejenak aku heran atas tanya itu.
Aku tidak miliki ingatan telah berbicara tentangmu.
Aku bertanya tentang apa yang telah aku katakan tentangmu.
Aku tersenyum kala kau sampaikan tentang pikirmu.
Aku kehilangan kata kala kau merasa itu tentang kamu yang sengaja ku buat dalam cerita.
Lalu kau ucapkan maaf atas apa yang pikirmu lukaiku.
Tak kuperlu maaf atas apa yang bukan tentangmu.
Tak usah kuatirkan aku dan rasaku.
Aku tahu tentang apa mauku.
Usah risau tentang harapku. Aku tahu dimana batasku.
Aku bukan pecinta nan jatuh pada siapa saja.
Aku mungkin rapuh dimatamu.
Aku bisa saja tak berdaya atas pesonamu.
Tapi aku kuat dalam lemahku.
Aku tangguh atas yakinku namun aku tetap butuh pundakmu jika lelahku.

Jumat, 01 Januari 2016

Pedih

Aku menatap nona ini dengan prihatin dalam tidur pulasnya, matanya sembab menangisi tuannya. Pundak dan perutku pun masih lembab menampung air mata gadis cantik yang sejak dulu kucintai.
“Tidurlah dengan pulas gadisku, lupakan ia atau luapkan saja rasamu. Aku yakin ia juga mencintaimu,” ucapku tanpa suara diantara kesunyian malam dan gelapnya kamar. Ah andai saja aku bisa mengusap kepalanya

Aku, Kamu, Kita

Kita slalu punya hal-hal yang tidak baik, melakukan kesalahan, perasaan yang tidak seharusnya dan lainnya yang bisa membuat aku sakit-kamu sakit.
Tapi .. Bersama denganmu bukan berarti aku harus dikasihani, pun bersama denganku bukan berarti kamu terpaksa.

Kita hanya sama-sama mencoba tetap hidup.
Satu nafas,
Satu jejak,
Satu naungan. Ya kan ?
Jalan kita selalu terjal,
lurus sedikit sudah terjal lagi..

Cerita Kamu

Andaikan kamu tahu, jika tulisan ini aku tujukan untuk kamu. Aku rasa, kamu akan ingat semua mengenai apa yang pernah kita lakukan bersama. Kamu akan ingat semua tempat yang pernah kita kunjungi bersama. Kamu akan ingat semua rasa yang pernah kita rasakan berdua.

Aku masih mengingat jelas saat pertama kita bertemu. Memori yang tak akan terganti dengan memori lain yang lebih indah. Memori suara tertawa kita yang bahagia. Memori sentuhan kamu yang begitu lembut. Memori aroma tubuh kamu yang entah wangi apa, tetapi aku suka. Dan yang paling aku ingat, memori tiap pelukan yang selalu menenangkan

Dilema Tak Beraturan

Mungkin, karena terlalu mengandalkan logika.
Maka, yang sekalinya tak kutemui jalan keluar, aku lelah sendiri.
Terpuruk pada pojokkan di sudut hitam tanpa cahaya.
Lalu, sudah banyak waktu yang kulewatkan dengan keacuhanku.
Ketika ketidakpedulian membuatku banyak melewatkan banyak hal.
Ada beberapa hal yang tak kusapa, karena diriku yang terlalu sibuk sendiri.
Ada tanggung jawab didepan sana yang sebenarnya sudah menyapaku jauh-jauh hari.
Aku abaikan, aku asyik dengan logika yang ternyata berakhir buntu.
Dalam hitungan hari semuanya sudah akan menuntut.
Tapi, dayaku masih tertinggal dengan sebuah angan yang dilepaskan.
Esok, aku berharap kulihat silauan mentari.
Agar aku benar-benar tersadar, aku terbangun dengan meniti kembali dunia.
Jika perlu caci maki saja aku, agar logika tak beraturan ini pergi menjauh.
Sudah berapa orang yang kukecewakan karena aku terlalu terfokuskan pada seseorang.
Kulupakan sapaan, kulupakan ajakan, sampai kulupakan diriku sendiri.
Jiwaku kacau, ruangan yang kudiami tak kalah kacau dariku.
Ada kata yang mesti kuhafal, ada angka yang mesti kuperhitungkan.
Bukan lagi harus tentang logikaku yang tak beraturan.
Ada hati yang harus kutenangkan, harus kuajak kembali bersandar ke sisi-Nya yang paling tenang.