Minggu, 07 Mei 2017

7年前に

Apakah kau tahu, rasanya mencintai namun bertahan untuk tidak memiliki?
Bertahan untuk tidak mengungkapkan?
Percayalah, ini lebih dari sekedar...
Patah hati...


Aku bingung harus memulai ini dari mana. Seperti 7 tahun lalu, akupun sudah lupa bagaimana kita saling kenal tapi tidak saling menyapa.

Aku bersyukur kepada semesta, sebab aku dan kamu bisa dipertemukan walau hanya lewat chat. Tak luput akupun berterimakasih kepada dia. Berkat dia, kita bisa saling sapa.

Tapi, karna dia juga aku berhasil membuka luka lama. Luka yang kututup begitu rapat agar tidak kembali terbuka. Tapi apalah daya, jika menyangkut tentang kamu, semua akan dengan mudah terbuka tanpa kupaksa tanpa terencana.

Aku, wanita yang sempat mempunyai rasa. Bukan, tapi wanita yang sampai saat ini masih mempunyai rasa yang sama. Rasa yang aku
sendiri tak dapat mengartikannya. Yang kutahu, menaruh hati kepadamu adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Walaupun faktanya pada saat itu aku tidak pernah mengenalmu sama sekali.

Hey,
Mau tahu seberapa sesak aku mencintai kamu dalam diam ? Mau tahu bagaimana kusembunyikan nada suaraku ketika dia dengan bersemangat bercerita tentang dirimu melalui ujung telpon ? Mau tahu bagaimana bahagianya aku ketika bisa kembali bertemu, dengan kamu ? Dan mau tahu bagaimana-bagaimana yang lainnya ? Baiklah akan kuceritakan.

Pertama, tak pernah kupikirkan bahkan kuharapkan kelak kamu akan menyapa ku dengan hangat seperti beberapa minggu kemarin. Kamu datang di saat yang tepat, saat hatiku tengah hancur-hancurya dengan hubunganku yang kandas. Sempat aku meyakinkan diri bahwa aku tidak percaya akan cinta. Cinta yang hanya bisa membuatku hancur, rapuh, dan penuh sesak sebelum tidur karena terlalu merindu.

Kukira aku sudah melupa. Lupa akan semua tentang kamu. Bertahun-tahun berlalu. Bertahun-tahun itu juga aku mempunyai kisah dengan orang yang berbeda. Kuyakinkan dalam hati, bahwa aku tidak mengingatmu lagi. Kuyakinkan lagi bahwa rasaku tidak lebih dari cinta monyet seperti abg pada umumnya. Dan akan lupa dengan sendirinya.

Semakin kuyakinkan, semakin kurasakan. Bahwa rasaku yang mungkin dulu hanya sekian persen, sekarang telah penuh dan hampir membunuh. Mencintaimu dalam diam selama bertahun-tahun membuatku mengerti, bahwa mencintai tak harus memiliki. Terdengar konyol memang, tapi benar adanya. Mencintai seseorang yang bahkan dia tidak tahu bahwa kamu mencintainya, bukanlah perkara mudah namun juga bukanlah perkara yang sulit. Mudah, karena msh mampu untuk menyembunyikan tanpa ada yang tahu, sulit karena harus memendam semuanya, sendiri.

Aku tak bisa menyalahkan kamu maupun waktu. Waktu adalah kamu. Dan kamu adalah waktu. Mengapa demikian ? Mencintai kamu sampai sejauh ini, membutuhkan waktu yang tidak singkat. Dan hanya waktu yang bisa merencanakan apakah aku dan kamu. Atau kamu dan yang lain. Tak masalah jika nanti kamu dengan yang lain, karna waktu sedikit banyaknya telah mengajarkanku bahwa tidak ada yang salah dengan mencintai, walau hanya sendiri. Kunikmati semua proses itu, baik sakit ataupun semua rasa yang tak bisa kujelaskan. Singkatnya, aku bahagia.

Akan lebih bahagia jika rasa yang sudah terlanjur ada, tetap pada tempatnya. Tanpa aku mengetahui kabar dan kondisi kamu. Tapi rasa cintaku akan terus bertumbuh. Aku yakin, sebelum kita saling sapa, kamu nampak bahagia. Tak pernah terbayang jika situasi dan kondisi beberapa minggu ini akan memenuhi hari-hariku. Sapaanmu yang hangat lewat teks ataupun suaramu di ujung telepon. Ada rasa yang hampir pecah, ketika kamu mau membagi cerita. Terlalu cepat jika ini ku definisikan sebagai takdir. Aku yang bertahun tahun tidak pernah bertemu dengan kamu, tiba-tiba bisa dekat seperti sekarang.

Namun, dibalik kebahagiaanku, aku tahu ada dia yang bersedih atas kamu. Mungkin inilah patah hati terhebat kedua yang harus aku rasakan, lagi. Dulu, aku harus mengikhlaskan kamu dengan dia. Dia yang sekarang juga menyimpan rasa, sama sepertiku. Mungkin bedanya, dia masih bisa bersamamu tanpa aku tahu, dia yang bisa menikmati senyummu, dia yang masih bisa melihat kamu dengan utuh. Sedang aku, menikmati rasa sakit ini sendiri. Tanpa ada kamu disisiku.

Bolehkah aku katakan bahwa ini tidak adil ? Atau lebih tepatnya "aku tidak mau kamu pergi, secepat ini ". Aku yang baru saja ingin merasakan bahwa bahagia benar ada, harus menerima kenyataan bahwa dia menyukai kamu. Ketika kalimat itu meluncur dari mulutnya, dan mendarat tepat ditelingaku, batinku berteriak " kenapa harus terjadi lagi ??? ". Tidak cukupkah dulu, kamu telah memilikinya ? Sedang aku, hanya bisa melihat.

Aku tidak akan menyalahkan dia, juga tidak menyalahkan kamu. Rasa yang ada padanya, mungkin karena dia terbiasa bersama kamu. Aku tidak munafik jika itu amat sangat menghancurkan hatiku. Tapi seperti yang kalian tahu, aku pandai menutupi, aku pandai dalam berintonasi. Kukatakan jika aku tidak lagi memiliki rasa, apalagi cinta. Aku dan kamu hanya berteman. Kukatakan agar dia tidak semakin terluka. Tak apa, jika aku harus mengalah, lagi. Jika aku harus menanti bertahun-tahun, lagi. Jika kelak dia dengan kamu, aku ikhlas. Sebab aku tahu dia amat menyayangimu, dia yang selalu ada di saat-saat terburukmu, bukan aku. Dia yang selalu mempedulikanmu, yang selalu menyemangatimu, dan dia yang membantumu untuk melupakan masa lalumu, sampai pada saat kamu seperti sekarang. Setidaknya katanya begitu. Rasanya tidak adil jika aku tiba-tiba mengambil kamu dari dia. Karena aku tahu rasanya sakit, akupun tak ingin dia turut merasakan. Tak apa jika hati ini harus patah bahkan lebih parah dari sebelumnya untuk yang kedua kalinya. Aku selalu mengutamakan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaanku. Terlebih lagi, kalian adalah dua orang yang amat kusayangi.

Ku ikhlaskan hati ini. Berat, sudah pasti. Melupa, tidak mungkin bisa secepat ketika aku menaruh hati. Lagi-lagi, kebahagiaanku tidak bisa berlangsung lama. Jika boleh jujur, hanya dengan dekat denganmu, tanpa status apapun aku sudah lebih dari bersyukur. Cukup mencintai kamu dalam diam, menyebut nama kamu dalam 5 waktuku, adalah cara terbaikku agar Tuhan senantiasa menjagakan kamu untukku. Tapi, jika takdir berkata lain, bahwa kamu bukan untukku, setidaknya senang bisa melihat senyummu.

Tak ada yang lebih sakit, jika cinta tak bisa memiliki. Jika kutahu dia juga ingin memiliki. Mungkin rasanya lebih besar dari rasaku. Tapi, mungkin juga rasaku jauh lebih besar dari rasanya. Tak ada yang bisa bertahan mencintai dalam diam sekalipun ia sosok yang tegar. Rapuh, sudah pasti. Jika saja, dia tidak pernah memberimu kontakku, maka patah hati ini cukup aku rasakan dulu. Jika saja dia tidak menyuruhmu untuk menghubungiku, mungkin otakku tidak akan pernah terbayang selalu oleh kamu, telingaku tidak terbiasa dengan suaramu.

Yang kusesalkan, jika dia mencintaimu, mengapa dia harus sok kuat dan sok tegar dengan mengorbankan perasaannya. Aku tidak akan pernah menyalahkan kamu. Aku hanya sedikit saja menyalahkan dia. Kenapa harus ikut menggeretku kedalam rasa yang dia ciptakan sendiri. Haruskah aku menjadi korban atas kalian lagi ? Apakah aku tidak layak atas kamu ? Kenapa bersama denganmu adalah suatu hal yang tidak mungkin kugapai. Haruskah aku kembali menutup luka ini dengan rapat ? Doakan saja aku kembali kuat setelah kemarin sempat tumbang.

Untuk Kamu,
Maaf jika aku harus memilih pergi. Kalau boleh jujur, berusaha berhenti mencintai butuh pengorbanan, jelas tidak semudah ketika aku menaruh hati. Aku tak ingin jika ada orang yang menangis disaat bahagiaku. Biarkan, sekali ini aku rasakan sesak-sesak yang menyelimuti seperti sebelum aku bertemu kamu. Aku sudah cukup kuat untuk berjalan sendiri. Kamupun, sepertinya bingung. Aku tahu, kamu sekarang mungkin saja sedang membatasi diri denganku. Maaf, jika saat itu aku lancang pernah mengutarakan apa yang kurasaka dulu. Setidaknya, aku hanya ingin kamu tahu, ada aku yang setia dalam rasaku terhadapmu. Satu pintaku, jangan sakiti dia. Hargai rasanya. Tak usah khawatirkan rasaku, karena aku sudah terbiasa.

Terimakasih, atas semua pesan singkat dan suaramu melalui panggilan telepon. Kamu tahu ? Saat ada notif chat dari kamu, aku tidak akan menunda untuk membalasnya. Ketika panggilan masuk atas nama kamu tertera di layar handphoneku, begitu gugupnya aku untuk mengangkat panggilan itu. Sampai begitunya aku. Terimakasih telah mengizinkan bahwa aku tidak hanya mencintai kamu dalam diam. Terima kasih atas perhatiannya. Aku, tetap menyimpan rasa. Rasa yang tidak pernah berbatas. Sampai kapan aku menaruh hati kepadamu, hanya aku dan Tuhan yang tahu.

Pesanku, jangan tidur terlalu larut malam. Abaikan orang yang coba menjatuhkan atau menjelekkan kamu di kantor. Kamu hebat, kamu kuat. Kudoakan, semoga semua anganmu bisa segera terealisasi. Semoga kelak, aku bisa melihatmu duduk di kursi sebelah kiriku. Melihat senyum dan tawamu yang membuat matamu menjadi hilang. Ahh, setiap detail tentang kamu akan selalu ku ingat.

Untuk Dia,
Maaf jika aku harus berbohong dan tidak mengatakan yang sebenarnya. Aku tahu kamu orang yang perasa. Jika aku mengatakan bahwa aku masih menyimpan rasa ini selama bertahun-tahun, aku tak ingin membuatmu semakin bersalah. Ku ikhlaskan kamu sempat mengisi hari-harinya. Terimakasih atas kejujuran kamu terhadapku dengan mengakui rasa yang kamu punya. Ku doakan yang terbaik untuk kita, untuk kamu dan untuk dia. Akan kuusahakan untuk tetap menyimpan rapat semuanya dalam diam. Aku tak ingin dengan ini kita menjadi berjarak. Jangan jauhi dia, dia tidak salah. Dia yang tidak tahu tentang rasa kita. 

Biarkan luka ini sembuh, biarkan cerita kita berlalu seperti musim yang silih berganti. Dan untuk rasa sakitku jangan dihiraukan, cukup seperti biasa, abaikan saja. Semoga esok tidak kamu lagi yang aku ingat di setiap pagi menjelang aktifitas. Semoga puing-puing perasaan ini bisa aku rapihkan untuk aku buang bersama kenangan.


Terimakasih, 
untuk kamu, yang selalu membuat senyum terukir di bibirku
ketika kamu memanggilku dengan sebutan "ndut"
 terimakasih,
telah menjadi moodboster terbaikku untuk beberapa minggu ini, Al :)

0 komentar: